A.
Pengertian
Penalaran
Saudara, apakah yang Anda bayangkan ketika mendengar kata
penalaran? Ya,
penalaran dapat didefinisikan sebagai suatu proses
berpikir untuk menghubung-
hubungkan data atau fakta sehingga sampai pada suatu kesimpulan.
Data atau fakta yang dinalar itu seharusnya benar tetapi
biasanya juga tidak
benar. Apabila data atau fakta yang dinalar tidak benar maka
hasil penalarannya juga tidak benar. Hal demikian ini disebut salah nalar.
Dalam logika hal ini disebut kesesatan penalaran.
Kesesatan penalaran dapat tejadi karena yang sesat seringkali,
kelihatan masuk
akal padahal sebenarnya tidak.
Contoh:
Semua pegawai negeri adalah penerima gaji.
Semua pegawai swasta adalah penerima gaji.
Jadi, pegawai negeri adalah pegawai swasta.
Contoh lain:
1.
Saya terlambat karena tinggal di
Bogor.
Kelihatannya hal ini masuk akal. Akan tetapi kalau hal ini
dibenarkan, orang ini akan terlambat terus.
2.
Jika mau mengerti kenakalan remaja
maka kita harus pernah mengisap narkotika.
3.
Hidup ini harus kita nikmati dengan
gembira oleh sebab itu harus banyak kali
kita ke 'night club' dan Binaria
Kalimat 2 dan 3 juga kelihatannya masuk
akal tetapi penalaran ini sesat, salah
nalar.
Kesesatan penalaran atau salah nalar sebagaimana diuraikan di
atas disebut
kesesatan atau kesalahan formal. Kata salah nalar yang
dikemukakan itu terjadi karena si penalar tidak mengetahui atau tidak mengerti
kesalahan atau kesesatannya, penalaran itu disebut pralogis. Kalau salah nalar
itu dilakukan dengan sengaja untuk menyesatkan orang lain, maka ini disebut
sofisme.
Selain kesalahan formal dikenal pula kesalahan informal.
Kesatuan penalaran
formal terjadi karena bentuk penalarannya tidak tepat atau
karena pelanggaran
terhadap kaidah-kaidah logika.
Selain kesalahan formal dikenal pula kesalahan informal.
Kesalahan informal
disebabkan oleh kesalahan bahasa. Kesalahan bahasa terjadi
karena kata-kata dalam
satu bahasa dapat memiliki arti yang berbeda-beda. Setiap kata
dalam kalimat
mempunyai arti yang sesuai dengan arti kalimat yang
bersangkutan.
Contoh:
1.
Tiap pagi pasukan mengadakan apel.
Apel itu buah. Jadi, tiap pagi pasukan mengadakan buah.
2.
Sifat abadi adalah sifat illahi.
Johny adalah mahasiswa abadi. Jadi, Johny adalah mahasiswa yang
bersifat abadi.
3.
Mahasiswa yang duduk di atas meja
yang paling depan.
Apa yang paling depan, mahasiswa atau meja?
B. Salah nalar dapat dibedakan atas 4 (empat) macam:
1.
Generalisasi yang terlalu luas
Salah nalar ini terjadi karena kurangnya data yang dijadikan
dasar generalisasi, sikap menggampangkan, malas mengumpulkan dan menguji data
secara memadai, atau ingin segera meyakinkan orang lain dengan bahan yag
terbatas. Paling tidak ada dua kesalahan generalisasi yang muncul:
a.
Generalisasi sepintas (Hasty or sweeping
generalization)
Kesalahan terjadi karena penulis membuat generalisasi
berdasarkan data atau evidensi yang sangat sedikit.
Contoh: Semua anak yang
jenius akan sukses dalam belajar.
Pernyataan tersebut tidaklah benar, karena kejeniusan atau
tingkat intelegensi yang tinggi bukan satu-satunya faktor penentu kesuksesan
belajar anak. Karena masih banyak faktor penentu lain yang teribat seperti:
motivasi belajar, sarana prasarana belajar, keadaan lingkungan belajar, dan
sebagainya.
b.
Generalisasi apriori
Salah nalar ini terjadi ketika seorang penulis melakukan
generalisasi atas gejala atau peristiwa yang belum diuji kebenaran atau
kesalahannya. Kesalahan corak penalaran ini sering ditimbulkan oleh prasangka.
Karena suatu anggota dari suatu suatu kelompok, keluarga, ras atau suku, agama,
negara, organisasi, dan pekerjaan atau profesi, melakukan satu atau beberapa
kesalahan, maka semua anggota kelompok itu disimpulkan sama.
Contoh: Semua pejabat pemerintah korup; Para
remaja sekarang rusak moralnya; Zaman sekarang, tidak ada orang berbuat tanpa
pamrih; dan sebagainya.
2.
Kerancuan analogi
Kerancuan analogi disebabkan karena penggunaan analogi yang
tidak tepat. Dua hal yang diperbandingkan tidak memiliki kesamaan esensial
(pokok).
Contoh: ”Negara adalah kapal yang berlayar
menuju tanah harapan. Jika nahkoda setiap kali harus meminta anak buahnya dalam
menentukan arah berlayar, maka kapal itu tidak akan kunjung sampai. Karena itu
demokrasi pemerintahan tidak diperlukan, karena menghambat.”
3.
Kekeliruan kasualitas (sebab akibat)
Kekeliruan kasualitas terjadi karena
kekeliruan menentukan sebab.
Contoh:
a.
Saya tidak bisa berenang, karena tidak ada
satupun keluarga saya yang dapat
berenang.
b.
Saya tidak dapat mengerjakan ujian
karena lupa tidak sarapan
4.
Kesalahan relevansi
Kesalahan relevansi akan terjadi apabila bukti yang diajukan tidak
berhubungan atau tidak menunjang sebuah kesimpulan. Corak kesalahan ini dapat
dirinci menjadi 3 (tiga) macam:
a.
Pengabaian persoalan (ignoring the
question)
Contoh: Korupsi di Indonesia tidak bisa
diberantas, karena pemerintah tidak memiliki undang-undang khusus tentang hal
itu.
b. Penyembunyian persoalan (biding
the question)
Contoh: Tidak ada jalan lain untuk
memberantas korupsi kecuali pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri.
c. Kurang memahami persoalan
Salah nalar ini terjadi karena penulis mengemukakan pendapat
tanpa memahami persoalan yang dihadapi dengan baik. Sehingga pendapat yang
disampaikan tidak mengena atau berputar-putar dan tidak menjawab secara benar
atau persoalan yang terjadi.
5.
Penyandaran terhadap prestise
seseorang
Salah nalar disini terjadi karena penulis menyandarkan pada
pendapat seseorang yang hanya karena orang tersebut terkenal atau sebagai tokoh
masyarakat namun bukan ahlinya.
Agar tidak terjadi salah nalar karena faktor penyebab ini, maka
perlu di patuhi rambu-rambu sebagai berikut:
a.
Orang itu diakui keahliannya oleh orang lain
b.
Pernyataan yang dibuat berkenaan
dengan keahliannya, dan relevan dengan persoalan yang dibahas.
c. Hasil pemikirannya dapat diuji
kebenarannya
Hal tersebut mengindikasikan kita sebagai penulis tidak boleh
asal mengutip semata-mata karena orang tersebut merupakan orang terpandang,
terkenal atau kaya raya dan baik status sosial ekonominya.
C.
Prinsip dan Unsur Penalaran
Penulisan ilmiah mengemukakan dan membahas fakta secara logis
dan sistematis dengan bahasa yang baik dan benar. Ini berarti bahwa untuk
menulis penulisan ilmiah diperlukan kemampuan menalar secara ilmiah.
D.
Tujuan Penalaran
Tujuan dilakukannya penalaran adalah sebagai berikut :
1)
Sebagai panduan untuk mampu memberikan perkembangan yang berarti pada potensi yang anda miliki.
2)
Untuk mengukur kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah
secara logis berdasarkan informasi yang disediakan.
3)
Untuk mengukur kemampuan seseorang dalam bekerja secara
kompoten dengan angka-angka dan memecahkan masalah berdasarkan data yang
tersedia berbagai bentuk, seperti diagram, grafi dan table statistic
4)
Untuk mengukur kemampuan seseorang
dalam menggunakan bahasa dan memahami kata-kata secara tertulis.
E.
Penalaran
Induktif dan Deduktif
1. Penalaran Induktif
Penalaran induktif dibedakan dari penalaran deduktif berdasarkan
prosesnya. Penalaran ilmiah merupakan sintesis antara deduktif dan induktif.
Secara formal proses induktif (induksi) adalah proses penalaran untuk sampai
pada keputusan, prinsip, atau sikap yang bersifat umum maupun khusus
berdasarkan pengamatan atas hal-hal yang khusus. Proses induksi ini dibedakan
atas: generalisasi, analogi, dan hubungan sebab akibat. Di dalam penelitian ada
yang menggunakan istilah induktif sebagai metode. Metode penalaran induktif di
dalam penelitian pada umumnya dilaksanakan melalui langkah (1) pengamatan data,
(2) wawasan atas struktur data, (3) perumusan hipotesis, dan (4) pengujian
hipotesis. Metode induktif berbeda dari metode deduktif yang dilaksanakan
dengan merumuskan hipotesis terlebih dahulu, kemudian mengujinya dengan data.
Kedua metode ini dapat digunakan secara bergantian di dalam bidang tertentu,
bergantung pada cara penalaran yang akan digunakan terlebih dahulu.
A. Generalisasi
Generalisasi adalah proses penalaran
yang mengandalkan beberapa pernyataan
tertentu untuk memperoleh simpulan yang bersifat umum. Proses
penalaran ini
berdasarkan atas pengamatan sejumlah gejala dengan sifat-sifat
tertentu menarik simpulan terhadap semua atau sebagian gejala yang sama. Proses
ini
cenderung dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sifat golongan
tertentu didapatkan dari perampatan ini, seperti pada: orang Indonesia peramah.
B.
Analogi
Analogi adalah proses penalaran yang didasarkan kepada cara
membandingkan
dua hal yang memiliki sifat yang sama. Kita dapat membandingkan
sesuatu dengan
yang lainnya berdasarkan atas persamaan yang terdapat di antara
keduanya. Kita
dapat membuat perbandingan dalam rangka mengetahui suatu benda
dari benda
lainnya. Perbandingan tersebut hanya menjelaskan berdasarkan
persamaan benda
demikian disebut analogi penjelas (deklaratif).
C. Hubungan Kausal
Hubungan kausal adalah proses penalaran yang didasarkan pada
gejala yang
saling berhubungan sebab akibat. Menurut prinsip umum, hubungan
kausal itu selalu
ada penyebabnya. Penarikan simpulan yang salah terjadi karena
proses penarikan
simpulan yang tidak berhubungan. Contohnya orang menghubungkan
suatu gejala
alam dengan supernatural, seperti pada saat Gunung Galunggung
meletus dianggap
sebagai kutukan
atau kemarahan kekuatan gaib
Penalaran Induktif yang Salah
Penalaran yang salah berupa gagasan, pikiran, kepercayaan, atau
simpulan yang keliru atau sesat, karena seseorang tidak mengikuti tata cara
berpikir dengan tepat. Ada penalaran yang salah secara deduktif adalah simpulan
yang salah dalam silogisme yang berpremis salah atau yang berpremis tidak
memenuhi syarat (lihat pula bab sebelumnya Penalaran deduktif yang salah). Lain
halnya dengnan penalaran
induktif yang salah, karena: (1) perampatan terlampau luas.
Pernyataan seperti
orang Indonesia pemalas, termasuk kesalahan penalaran induktif,
karena masih banyak orang Indonesia yang rajin. (2) bersumber pada hubungan
sebab akibat yang salah. Kesalahan ini sering dijumpai di dalam wacana iklan,
seperti pada contoh berikut.
Larutan ini
menghilangkan sariawan, panas dalam, hidung tersumbat, dan bibir pecah-pecah.
Kesalahan penalaran terjadi karena penutur tidak cermat dalam
mengungkapkan kesejajaran rincian, dan kesalahan logika. Perhatikan contoh tersebut, kita bisa
menghilangkan jenis penyakit, tetapi pada rincian kedua terakhir tidak logis,
bagaimana larutan itu menghilangkan hidung tersumbat , demikian juga untuk
menghilangkan bibir pecah-pecah . Siapa yang mau kehilangan hidung tersumbat,
atau bibir meskipun pecah-pecah.
2. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif didasarkan atas prinsip, hukum, atau putusan
lain yang
berlaku umum untuk suatu hal atau gejala. Berdasarkan atas
prinsip umum tersebut, kita dapat menarik simpulan tentang suatu yang khusus
yang merupakan bagian dari hal atau gejala. Penalaran deduktif begerak dari
sesuatu yang umum kepada yang khusus.
Salah satu contoh adalah tentang sifat mamalia. Sifat mamalia
pada umumnya:
berdarah panas, bernafas dengan paru-paru, dan melahirkan
anaknya. Ketika untuk pertama kali ikan pesut (lumba-lumba air tawar dari
sungai Mahakam) ditemukan, dari ciri-ciri fisiknya ditentukan bahwa binatang
itu termasuk melahirkan anaknya.
Penalaran Deduktif yang Salah
Di dalam penalaran deduktif simpulan ditarik berdasarkan
pernyataan dasar
yang berlaku umum, seperti teori, hukum/undang-undang, kaidah,
peraturan.
Silogisme merupakan bentuk penalaran deduktif formal yang
terdiri atas tiga proposes (premis
mayor, minor, dan simpulan).
Di dalam silogisme hanya ada tiga terem (mayor, minor, dan
penengah).
Pemahaman tersebut harus kita pegang agar tidak terjadi salah
nalar. Salah nalar
deduksi sebagai akibat dari gagasan, pikiran, atau simpulan yang
keliru. Hal tersebut
terjadi karena tidak mengikuti tata cara berpikir/bernalar
dengan tepat
MENARIK SIMPULAN SECARA LANGSUNG
Di dalam menarik simpulan secara langsung ada tiga klasifikasi,
yaitu konversi,
obverse, dan konrtaposisi.
a)
Konversi
Konversi adalah sejenis penarikan kesimpulan secara langsung
dengan cara
mempertukarkan term-term sebuah proposisi, perubahan dari satu
sistem
pengetahuan ke sistem yang lain, misalnya menempatkan term
subjek di tempat
term predikat, atau sebaliknya.
Contoh:
Beberapa pejabat adalah orang-orang jujur (premis)
Kesimpulan : beberapa orang jujur adalah pejabat.
b)
Obversi
Obversi adalah sejenis penarikan kesimpulan secara langsung
dengan
menyangkal lawan dari suatu proposisi positif. Dikatakan pula
sebagai metode berpikir langsung untuk mencari kebenaran baru berdasarkan suatu
keputusan yang telah ada.
Contoh: Semua mahasiswa adalah
orang-orang intelek. (premis)
Kesimpulan :
a)
Tak ada mahasiswa adalah orang-orang
yang tak intelek.
b) Tak ada yang tak intelek adalah mahasiswa.
c)
Kontraposisi
Kontraposisi adalah sejenis penarikan kesimpulan secara langsung
yang berturut-turut melalui proses obversi, konversi, dan sekali lagi obversi.
Dapat dikatakan sebagai perbedaan posisi dalam menarik simpulan dari satu
premis.
MENARIK SIMPULAN SECARA TIDAK LANGSUNG
a)
Silogisme (Premis/Terem dan
Proposisi)
Di dalam penalaran deduktif cara menarik simpulan dapat secara
langsung dan
tidak langsung. Menarik simpulan secara tidak langsung dapat
berupa silogisme dan entimen. Silogisme sendiri merupakan suatu penalaran yang
formal. Penalaran dalam bentuk ini jarang dilakukan dalam kenyataan kehidupan
sehari-hari, kita lebih sering mengikuti polanya saja.
Perhatikanlah contoh.
Saya tidak menyukai tokoh X karena
pandangannya terlalu kolot.
Bentuk formalnya adalah:
[1] Saya tidak menyukai semua yang
berpandangan terlalu kolot.
[2] Tokoh X terlalu kolot
pandangannya.
[3] karena itu saya tidak menyukai
tokoh X.
b)
Entimem
Silogisme jarang kita temukan di dalam kehidupan sehari-hari.
Demikian juga
dalam wujud tulisan. Bentuk yang biasa kita temukan adalah
bentuk entimem.
Entimem ini pada dasarnya adalah silogisme yang salah satu
premisnya dihilangkanatau tidak diucapkan karena telah diketahui bersama.
Entimem diketahui pula sebagai silogisme yang tidak mempunyai premis mayor
karena premis mayor itu telah diketahui secara umum. Silogisme dapat dijadikan
entimen, dan entimem dapat dijadikan silogisme. Perhatikan contoh berikut.
[1] Semua sarjana adalah orang cerdas.
[2] Roni adalah seorang sarjana.
[3] Jadi, Roni adalah orang cerdas.
Bandingkan dengan
(2)Roni adalah orang cerdas karena ia (adalah) seorang sarjana.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Neil. 2003."Reading" dalam Practical
English Language Teaching Reading.
David Nunan (ed.). New York: McGraw Hall.Harmer, Jeremy.
2001.The Practice of English Language Teaching. Harlow: Pearson Education
Limited.
Kemahiran Membaca. Diakses di Http://mahirkb.tripod.com/olehbaca.htm#Teknik
Soedarso. (1999).Teknik Membaca Cepat. Jakarta: Gramedia
Mardiya. 2010.“Penelaran
dalam Penulisan Karya Ilmiah”. Dalam http://mardiya.wordpress.com/2010/11/29/penalaran-dalam-penulisan-karya-ilmiah-oleh-mardiya/
Herlinaa Octaviana.
2014. ”Penalaran”. Dalam http://herlinaaoctaviana.blogspot.com/2014/03/penalaran.html
Tisa
Chan. 2012. “Logika dan Penalaran Ilmiah”. Dalam http://tisachan.blogspot.com/2012/11/logika-dan-penalaran-ilmiah.html
0 komentar:
Posting Komentar