Jumat, 28 Maret 2014

TEORI-TEORI yang BERHUBUNGAN dengan PENALARAN



  A.           Pengertian Penalaran
Saudara, apakah yang Anda bayangkan ketika mendengar kata penalaran? Ya,
penalaran dapat didefinisikan sebagai suatu proses berpikir untuk menghubung-
hubungkan data atau fakta sehingga sampai pada suatu kesimpulan.

Data atau fakta yang dinalar itu seharusnya benar tetapi biasanya juga tidak
benar. Apabila data atau fakta yang dinalar tidak benar maka hasil penalarannya juga tidak benar. Hal demikian ini disebut salah nalar. Dalam logika hal ini disebut kesesatan penalaran.
Kesesatan penalaran dapat tejadi karena yang sesat seringkali, kelihatan masuk
akal padahal sebenarnya tidak.
Contoh:
Semua pegawai negeri adalah penerima gaji.
Semua pegawai swasta adalah penerima gaji.
Jadi, pegawai negeri adalah pegawai swasta.
Contoh lain:
1.    Saya terlambat karena tinggal di Bogor.
Kelihatannya hal ini masuk akal. Akan tetapi kalau hal ini dibenarkan, orang ini akan terlambat terus.
2.    Jika mau mengerti kenakalan remaja maka kita harus pernah mengisap narkotika.
3.    Hidup ini harus kita nikmati dengan gembira oleh sebab itu harus banyak kali
kita ke 'night club' dan Binaria
Kalimat 2 dan 3 juga kelihatannya masuk akal tetapi penalaran ini sesat, salah
nalar.
Kesesatan penalaran atau salah nalar sebagaimana diuraikan di atas disebut
kesesatan atau kesalahan formal. Kata salah nalar yang dikemukakan itu terjadi karena si penalar tidak mengetahui atau tidak mengerti kesalahan atau kesesatannya, penalaran itu disebut pralogis. Kalau salah nalar itu dilakukan dengan sengaja untuk menyesatkan orang lain, maka ini disebut sofisme.
Selain kesalahan formal dikenal pula kesalahan informal. Kesatuan penalaran
formal terjadi karena bentuk penalarannya tidak tepat atau karena pelanggaran
terhadap kaidah-kaidah logika.
Selain kesalahan formal dikenal pula kesalahan informal. Kesalahan informal
disebabkan oleh kesalahan bahasa. Kesalahan bahasa terjadi karena kata-kata dalam
satu bahasa dapat memiliki arti yang berbeda-beda. Setiap kata dalam kalimat
mempunyai arti yang sesuai dengan arti kalimat yang bersangkutan.

Contoh:
1.    Tiap pagi pasukan mengadakan apel.
Apel itu buah. Jadi, tiap pagi pasukan mengadakan buah.
2.    Sifat abadi adalah sifat illahi.
Johny adalah mahasiswa abadi. Jadi, Johny adalah mahasiswa yang bersifat abadi.
3.    Mahasiswa yang duduk di atas meja yang paling depan.
Apa yang paling depan, mahasiswa atau meja?

B. Salah nalar dapat dibedakan atas 4 (empat) macam:
1.    Generalisasi yang terlalu luas
Salah nalar ini terjadi karena kurangnya data yang dijadikan dasar generalisasi, sikap menggampangkan, malas mengumpulkan dan menguji data secara memadai, atau ingin segera meyakinkan orang lain dengan bahan yag terbatas. Paling tidak ada dua kesalahan generalisasi yang muncul:
a.         Generalisasi sepintas (Hasty or sweeping generalization)
Kesalahan terjadi karena penulis membuat generalisasi berdasarkan data atau evidensi yang sangat sedikit.
Contoh: Semua anak yang jenius akan sukses dalam belajar.
Pernyataan tersebut tidaklah benar, karena kejeniusan atau tingkat intelegensi yang tinggi bukan satu-satunya faktor penentu kesuksesan belajar anak. Karena masih banyak faktor penentu lain yang teribat seperti: motivasi belajar, sarana prasarana belajar, keadaan lingkungan belajar, dan sebagainya.
b.    Generalisasi apriori
Salah nalar ini terjadi ketika seorang penulis melakukan generalisasi atas gejala atau peristiwa yang belum diuji kebenaran atau kesalahannya. Kesalahan corak penalaran ini sering ditimbulkan oleh prasangka. Karena suatu anggota dari suatu suatu kelompok, keluarga, ras atau suku, agama, negara, organisasi, dan pekerjaan atau profesi, melakukan satu atau beberapa kesalahan, maka semua anggota kelompok itu disimpulkan sama.
Contoh: Semua pejabat pemerintah korup; Para remaja sekarang rusak moralnya; Zaman sekarang, tidak ada orang berbuat tanpa pamrih; dan sebagainya.

2.    Kerancuan analogi
Kerancuan analogi disebabkan karena penggunaan analogi yang tidak tepat. Dua hal yang diperbandingkan tidak memiliki kesamaan esensial (pokok).
Contoh: ”Negara adalah kapal yang berlayar menuju tanah harapan. Jika nahkoda setiap kali harus meminta anak buahnya dalam menentukan arah berlayar, maka kapal itu tidak akan kunjung sampai. Karena itu demokrasi pemerintahan tidak diperlukan, karena menghambat.”

3.    Kekeliruan kasualitas (sebab akibat)
Kekeliruan kasualitas terjadi karena kekeliruan menentukan sebab.
Contoh:
a.       Saya tidak bisa berenang, karena tidak ada satupun keluarga saya yang    dapat berenang.
b.    Saya tidak dapat mengerjakan ujian karena lupa tidak sarapan

4.    Kesalahan relevansi
Kesalahan relevansi akan terjadi apabila bukti yang diajukan tidak berhubungan atau tidak menunjang sebuah kesimpulan. Corak kesalahan ini dapat dirinci menjadi 3 (tiga) macam:
a.    Pengabaian persoalan (ignoring the question)
Contoh: Korupsi di Indonesia tidak bisa diberantas, karena pemerintah tidak memiliki undang-undang khusus tentang hal itu.
b. Penyembunyian persoalan (biding the question)
Contoh: Tidak ada jalan lain untuk memberantas korupsi kecuali pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri.
c. Kurang memahami persoalan
Salah nalar ini terjadi karena penulis mengemukakan pendapat tanpa memahami persoalan yang dihadapi dengan baik. Sehingga pendapat yang disampaikan tidak mengena atau berputar-putar dan tidak menjawab secara benar atau persoalan yang terjadi.

5.    Penyandaran terhadap prestise seseorang
Salah nalar disini terjadi karena penulis menyandarkan pada pendapat seseorang yang hanya karena orang tersebut terkenal atau sebagai tokoh masyarakat namun bukan ahlinya.
Agar tidak terjadi salah nalar karena faktor penyebab ini, maka perlu di patuhi rambu-rambu sebagai berikut:
a.      Orang itu diakui keahliannya oleh orang lain
b.    Pernyataan yang dibuat berkenaan dengan keahliannya, dan relevan dengan persoalan yang dibahas.
c. Hasil pemikirannya dapat diuji kebenarannya
Hal tersebut mengindikasikan kita sebagai penulis tidak boleh asal mengutip semata-mata karena orang tersebut merupakan orang terpandang, terkenal atau kaya raya dan baik status sosial ekonominya.

C.            Prinsip dan Unsur Penalaran
Penulisan ilmiah mengemukakan dan membahas fakta secara logis dan sistematis dengan bahasa yang baik dan benar. Ini berarti bahwa untuk menulis penulisan ilmiah diperlukan kemampuan menalar secara ilmiah.

D.            Tujuan Penalaran
Tujuan dilakukannya penalaran adalah sebagai berikut :
1)   Sebagai panduan untuk  mampu memberikan perkembangan yang berarti  pada potensi yang anda miliki.
2)   Untuk mengukur  kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah secara logis berdasarkan informasi yang disediakan.
3)   Untuk mengukur  kemampuan seseorang dalam bekerja secara kompoten dengan angka-angka dan memecahkan masalah berdasarkan data yang tersedia berbagai bentuk, seperti diagram, grafi dan table statistic    
4)   Untuk mengukur kemampuan seseorang dalam menggunakan bahasa dan memahami kata-kata secara tertulis.

        E. Penalaran Induktif dan Deduktif
1.   Penalaran Induktif
Penalaran induktif dibedakan dari penalaran deduktif berdasarkan prosesnya. Penalaran ilmiah merupakan sintesis antara deduktif dan induktif. Secara formal proses induktif (induksi) adalah proses penalaran untuk sampai pada keputusan, prinsip, atau sikap yang bersifat umum maupun khusus berdasarkan pengamatan atas hal-hal yang khusus. Proses induksi ini dibedakan atas: generalisasi, analogi, dan hubungan sebab akibat. Di dalam penelitian ada yang menggunakan istilah induktif sebagai metode. Metode penalaran induktif di dalam penelitian pada umumnya dilaksanakan melalui langkah (1) pengamatan data, (2) wawasan atas struktur data, (3) perumusan hipotesis, dan (4) pengujian hipotesis. Metode induktif berbeda dari metode deduktif yang dilaksanakan dengan merumuskan hipotesis terlebih dahulu, kemudian mengujinya dengan data. Kedua metode ini dapat digunakan secara bergantian di dalam bidang tertentu, bergantung pada cara penalaran yang akan digunakan terlebih dahulu.

                 A. Generalisasi
Generalisasi adalah proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan
tertentu untuk memperoleh simpulan yang bersifat umum. Proses penalaran ini
berdasarkan atas pengamatan sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu menarik simpulan terhadap semua atau sebagian gejala yang sama. Proses ini
cenderung dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sifat golongan tertentu didapatkan dari perampatan ini, seperti pada: orang Indonesia peramah.

                 B. Analogi
Analogi adalah proses penalaran yang didasarkan kepada cara membandingkan
dua hal yang memiliki sifat yang sama. Kita dapat membandingkan sesuatu dengan
yang lainnya berdasarkan atas persamaan yang terdapat di antara keduanya. Kita
dapat membuat perbandingan dalam rangka mengetahui suatu benda dari benda
lainnya. Perbandingan tersebut hanya menjelaskan berdasarkan persamaan benda
itu. Hasilnya tidak memberikan simpulan atau pengetahuan yang baru. Perbandingan
demikian disebut analogi penjelas (deklaratif).

            C. Hubungan Kausal
Hubungan kausal adalah proses penalaran yang didasarkan pada gejala yang
saling berhubungan sebab akibat. Menurut prinsip umum, hubungan kausal itu selalu
ada penyebabnya. Penarikan simpulan yang salah terjadi karena proses penarikan
simpulan yang tidak berhubungan. Contohnya orang menghubungkan suatu gejala
alam dengan supernatural, seperti pada saat Gunung Galunggung meletus dianggap
sebagai kutukan atau kemarahan kekuatan gaib

Penalaran Induktif yang Salah
Penalaran yang salah berupa gagasan, pikiran, kepercayaan, atau simpulan yang keliru atau sesat, karena seseorang tidak mengikuti tata cara berpikir dengan tepat. Ada penalaran yang salah secara deduktif adalah simpulan yang salah dalam silogisme yang berpremis salah atau yang berpremis tidak memenuhi syarat (lihat pula bab sebelumnya Penalaran deduktif yang salah). Lain halnya dengnan penalaran
induktif yang salah, karena: (1) perampatan terlampau luas. Pernyataan seperti
orang Indonesia pemalas, termasuk kesalahan penalaran induktif, karena masih banyak orang Indonesia yang rajin. (2) bersumber pada hubungan sebab akibat yang salah. Kesalahan ini sering dijumpai di dalam wacana iklan, seperti pada contoh berikut.
Larutan ini menghilangkan sariawan, panas dalam, hidung tersumbat, dan bibir pecah-pecah.

Kesalahan penalaran terjadi karena penutur tidak cermat dalam mengungkapkan kesejajaran rincian, dan kesalahan logika. Perhatikan contoh tersebut, kita bisa menghilangkan jenis penyakit, tetapi pada rincian kedua terakhir tidak logis, bagaimana larutan itu menghilangkan hidung tersumbat , demikian juga untuk menghilangkan bibir pecah-pecah . Siapa yang mau kehilangan hidung tersumbat, atau bibir meskipun pecah-pecah.

2.  Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif didasarkan atas prinsip, hukum, atau putusan lain yang
berlaku umum untuk suatu hal atau gejala. Berdasarkan atas prinsip umum tersebut, kita dapat menarik simpulan tentang suatu yang khusus yang merupakan bagian dari hal atau gejala. Penalaran deduktif begerak dari sesuatu yang umum kepada yang khusus.
Salah satu contoh adalah tentang sifat mamalia. Sifat mamalia pada umumnya:
berdarah panas, bernafas dengan paru-paru, dan melahirkan anaknya. Ketika untuk pertama kali ikan pesut (lumba-lumba air tawar dari sungai Mahakam) ditemukan, dari ciri-ciri fisiknya ditentukan bahwa binatang itu termasuk melahirkan anaknya.

Penalaran Deduktif yang Salah
Di dalam penalaran deduktif simpulan ditarik berdasarkan pernyataan dasar
yang berlaku umum, seperti teori, hukum/undang-undang, kaidah, peraturan.
Silogisme merupakan bentuk penalaran deduktif formal yang terdiri atas tiga proposes  (premis mayor, minor, dan simpulan).
Di dalam silogisme hanya ada tiga terem (mayor, minor, dan penengah).
Pemahaman tersebut harus kita pegang agar tidak terjadi salah nalar. Salah nalar
deduksi sebagai akibat dari gagasan, pikiran, atau simpulan yang keliru. Hal tersebut
terjadi karena tidak mengikuti tata cara berpikir/bernalar dengan tepat

MENARIK SIMPULAN SECARA LANGSUNG
Di dalam menarik simpulan secara langsung ada tiga klasifikasi, yaitu konversi,
obverse, dan konrtaposisi.
a)   Konversi
Konversi adalah sejenis penarikan kesimpulan secara langsung dengan cara
mempertukarkan term-term sebuah proposisi, perubahan dari satu sistem
pengetahuan ke sistem yang lain, misalnya menempatkan term subjek di tempat
term predikat, atau sebaliknya.
Contoh:
Beberapa pejabat adalah orang-orang jujur (premis)
Kesimpulan : beberapa orang jujur adalah pejabat.
b)   Obversi
Obversi adalah sejenis penarikan kesimpulan secara langsung dengan
menyangkal lawan dari suatu proposisi positif. Dikatakan pula sebagai metode berpikir langsung untuk mencari kebenaran baru berdasarkan suatu keputusan yang telah ada.
Contoh: Semua mahasiswa adalah orang-orang intelek. (premis)
Kesimpulan :
a)   Tak ada mahasiswa adalah orang-orang yang tak intelek.
b)   Tak ada yang tak intelek adalah mahasiswa.
c)   Kontraposisi
Kontraposisi adalah sejenis penarikan kesimpulan secara langsung yang berturut-turut melalui proses obversi, konversi, dan sekali lagi obversi. Dapat dikatakan sebagai perbedaan posisi dalam menarik simpulan dari satu premis.

MENARIK SIMPULAN SECARA TIDAK LANGSUNG

a)   Silogisme (Premis/Terem dan Proposisi)
Di dalam penalaran deduktif cara menarik simpulan dapat secara langsung dan
tidak langsung. Menarik simpulan secara tidak langsung dapat berupa silogisme dan entimen. Silogisme sendiri merupakan suatu penalaran yang formal. Penalaran dalam bentuk ini jarang dilakukan dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, kita lebih sering mengikuti polanya saja.
Perhatikanlah contoh.
Saya tidak menyukai tokoh X karena pandangannya terlalu kolot.
Bentuk formalnya adalah:
[1] Saya tidak menyukai semua yang berpandangan terlalu kolot.
[2] Tokoh X terlalu kolot pandangannya.
[3] karena itu saya tidak menyukai tokoh X.


b)   Entimem
Silogisme jarang kita temukan di dalam kehidupan sehari-hari. Demikian juga
dalam wujud tulisan. Bentuk yang biasa kita temukan adalah bentuk entimem.
Entimem ini pada dasarnya adalah silogisme yang salah satu premisnya dihilangkanatau tidak diucapkan karena telah diketahui bersama. Entimem diketahui pula sebagai silogisme yang tidak mempunyai premis mayor karena premis mayor itu telah diketahui secara umum. Silogisme dapat dijadikan entimen, dan entimem dapat dijadikan silogisme. Perhatikan contoh berikut.
[1] Semua sarjana adalah orang cerdas.
[2] Roni adalah seorang sarjana.
[3] Jadi, Roni adalah orang cerdas.
Bandingkan dengan
(2)Roni adalah orang cerdas karena ia (adalah) seorang sarjana.


DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Neil. 2003."Reading" dalam Practical English Language Teaching Reading.

David Nunan (ed.). New York: McGraw Hall.Harmer, Jeremy. 2001.The Practice of English Language Teaching. Harlow: Pearson Education Limited.

Kemahiran Membaca. Diakses di Http://mahirkb.tripod.com/olehbaca.htm#Teknik Soedarso. (1999).Teknik Membaca Cepat. Jakarta: Gramedia

Mardiya. 2010.“Penelaran dalam Penulisan Karya Ilmiah”. Dalam http://mardiya.wordpress.com/2010/11/29/penalaran-dalam-penulisan-karya-ilmiah-oleh-mardiya/

Herlinaa Octaviana. 2014.  Penalaran”. Dalam http://herlinaaoctaviana.blogspot.com/2014/03/penalaran.html

Tisa Chan. 2012. “Logika dan Penalaran Ilmiah”. Dalam http://tisachan.blogspot.com/2012/11/logika-dan-penalaran-ilmiah.html

0 komentar:

Posting Komentar